Ikhlas karena Allah.Mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam (ittiba’).
Jika salah satu syarat saja yang terpenuhi, maka amalan ibadah menjadi
tertolak. Berikut kami sampaikan bukti-buktinya dari Al Qur’an, As Sunnah,
dan Perkataan Sahabat.
Dalil Al Qur’an
Dalil dari dua syarat di atas disebutkan sekaligus dalam firman
Allah Ta’ala,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا
يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun
dalam beribadat kepada Tuhannya“.” (QS. Al Kahfi: 110)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Maka hendaklah ia mengerjakan amal
yang saleh”, maksudnya adalah mencocoki syariat Allah (mengikuti petunjuk
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen). Dan “janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”, maksudnya selalu mengharap
wajah Allah semata dan tidak berbuat syirik pada-Nya. Inilah dua rukun
diterimanya ibadah, yaitu harus ikhlas karena Allah dan mengikuti petunjuk
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[1]
Al Fudhail bin ‘Iyadh tatkala menjelaskan mengenai firman Allah,
لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.”
(QS. Al Mulk: 2), beliau mengatakan, “yaitu amalan yang paling ikhlas
danshowab (mencocoki ajaran Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam).”
Lalu Al Fudhail berkata, “Apabila amal dilakukan dengan ikhlas namun tidak
mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, amalan tersebut tidak
akan diterima. Begitu pula, apabila suatu amalan dilakukan mengikuti ajaran
beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam namun tidak ikhlas, amalan tersebut
juga tidak akan diterima. Amalan barulah diterima jika terdapat syarat
ikhlas dan showab. Amalan dikatakan ikhlas apabila dikerjakan semata-mata
karena Allah. Amalan dikatakan showab apabila mencocoki ajaran
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[2]
Dalil dari Al Hadits
Dua syarat diterimanya amalan ditunjukkan dalam dua hadits. Hadits pertama
dari ‘Umar bin Al Khottob, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ ، وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ
كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ
وَرَسُولِهِ ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ
امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat. Dan setiap orang akan
mendapatkan apa yang ia niatkan.Barangsiapa yang berhijrah karena Allah
dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah pada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa
yang hijrah karena dunia yang ia cari-cari atau karena wanita yang ingin ia
nikahi, maka hijrahnya berarti pada apa yang ia tuju (yaitu dunia dan
wanita, pen)”.[3]
Hadits kedua dari Ummul Mukminin, ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada
asalnya, maka perkara tersebut tertolak.”[4]
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan
tersebut tertolak.”[5]
Dalam Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hadits
ini adalah hadits yang sangat agung mengenai pokok Islam. Hadits ini
merupakan timbangan amalan zhohir (lahir). Sebagaimana hadits ‘innamal
a’malu bin niyat’ [sesungguhnya amal tergantung dari niatnya] merupakan
timbangan amalan batin. Apabila suatu amalan diniatkan bukan untuk
mengharap wajah Allah, pelakunya tidak akan mendapatkan ganjaran. Begitu
pula setiap amalan yang bukan ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka amalan
tersebut tertolak. Segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama yang tidak
ada izin dari Allah dan Rasul-Nya, maka perkara tersebut bukanlah agama
sama sekali.”[6]
Di kitab yang sama, Ibnu Rajabrahimahullah mengatakan, “Suatu amalan tidak
akan sempurna (tidak akan diterima, pen) kecuali terpenuhi dua hal:
Amalan tersebut secara lahiriyah (zhohir) mencocoki ajaran Nabishallallahu
‘alaihi wa sallam. Hal ini terdapat dalam hadits ‘Aisyah ‘Barangsiapa
membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya,
maka perkara tersebut tertolak.’Amalan tersebut secara batininiyah
diniatkan ikhlas mengharapkan wajah Allah. Hal ini terdapat dalam hadits
‘Umar ‘Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat’.”[7]
alamat artikel ini https://ione13.blogspot.com/2016/12/agar-ibadah-diterima-di-sisi-allah-swt.html
Agan boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel ini sangat bermanfaat bagi teman-teman agan
namun jangan lupa untuk meletakkan link Agar ibadah diterima di sisi Allah Swt. sumbernya.
No comments:
Post a Comment